Rahmah el Yunusiyah pencetus idea Kulliyatul Banaat di Al Azhar Mesir, karena itu ia mendapatkan gelar Syaikhah dari Universitas Islam tertua di dunia
Sebagian Ulama Muslimah IndonesiaRahmah El-Yunusiah
Ia anak bungsu dari lima bersaudara, lahir dari pasangan Muhammad
Yunus bin Imanuddin dan Rafi ah, pada Jumat pagi 20 Desember 1900/1
Rajab 1318 H, di Bukit Surungan, Padang Panjang. Sejak kecil ia hanya
mendapat pendidikan formal sekolah dasar 3 tahun di kota kelahirannya.
Kemampuannya baca tulis Arab dan Latin diperoleh melalui sekolah
Diniyah School (1915) dan bimbingan kedua abangnya, Zaenuddin Labay
dan Muhammad Rasyid. Sore hari ia mengaji kepada Haji Abdul Karim
Amrullah alias Haji Rasul, ayahanda Haji Abdul Malik Karim Amrullah
(Hamka) di surau Jembatan Besi, Padang Panjang.

Tamat dari Diniyah School, ia mengaji pada Tuanku Mudo Abdul Hamid
Hakim, Syekh Abdul Latif Rasyidi, Syekh Muhammad Jamil Jambek, dan
Syekh Daud Rasyidi. Sambil mengajar di Diniyah School Putri, ia
mengikuti kursus kebidanan di Rumah Sakit Kayu Taman dengan bimbingan
Kudi Urai dan Sutan Syahrir, kemudian mendapat izin praktik
(1931-1935).
Rahmah yang dikenal keras hati, teguh pendirian, dan kuat kemauan,
semangat belajarnya pun sangat kuat. Ia gigih berjuang mewujudkan
cita-citanya, yakni mendirikan sekolah khusus kaum perempuan, agar
kaum wanita tidak pasrah pada keadaan dan bangkit memperoleh
keseteraan dengan kaum laki-laki.
Kenyataan inilah yang mendorong semangatnya untuk mendidik kaum
perempuan menurut dasar agama dengan mendirikan Diniyah School Putri.
Pada 1 November 1923 sekolah itu dibuka dengan nama Madrasah Diniyah
lil Banat dipimpin oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusiyah. Saat itu
muridnya berjumlah 71 terdiri dari para ibu muda, bertempat di Masjid
Pasar Usang. Mula-mula mereka belajar ilmu agama dan tata bahasa Arab.
Belakangan sekolah ini menerapkan sistem pendidikan modern,
mengabungkan agama, umum dan pendidikan ketrampilan.

Perhatiannya terhadap kaum perempuan tidak hanya ia perjuangkan di
Padang saja tapi juga di kota-kota lain. Ia misalnya mendirikan
Diniyah School Putri di Kwitang dan Tanah Abang pada 2 dan 7 September
1935, di Jatinegara dan Rawasari, Jakarta, pada 1950. Tidak saja untuk
pendidikan dasar, tapi berlanjut sampai perguruan tinggi.
Selain berkiprah di dunia pendidikan, ia juga aktif berjuang untuk
mencapai kemerdekaan Indonesia. Bahkan pada era kemerdekaan, ia
bergabung dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Kiprahnya
dimulai dari pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 2 Oktober
1945, kemudian mengayomi lasykar pejuang yang dibentuk oleh organisasi
Islam seperti Hizbullah dan Sabilillah, memimpin dapur umum untuk TNI
dan lasykar pejuang di Padang Panjang.

Pada 1952-1954 ia menjadi anggota Dewan Pimpinan Pusat Masyumi di
Jakarta, dan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara (1955-1958). Pada 1958 itu berseberangan dengan Presiden
Soekarno yang kala itu lebih condong kepada PKI. Itu sebabnya ia
kembali ke dunia pendidikan dengan meningkatkan kualitas Diniyah
School Putri.
Kiprahnya dalam dunia pendidikan mendapat perhatian Rektor Universitas
Al-Azhar, Kairo, Dr. Syekh Abdurrahman Taj, yang sempat berkunjung ke
Diniyah School Putri pada 1955. Pada 1957, ia mendapat gelar sebagai
Syaihah oleh Universitas Al-Azhar, setara dengan Syekh Mahmoud
Salthout, mantan Rektor Al-Azhar. Ia bepulang ke Rahmatullah pada Rabu
26 Februari 1969 (9 Zulhijah 1388) menjelang magrib, di rumahya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar